Minggu, 04 Desember 2011

HUBUNGAN IBADAH DAN KESALEHAN SOSIAL

Pendahuluan
            Manusia diciptakan bukan sekedar hidup mendiami dunia ini dan kemudian mengalami kematian tanpa adanya pertanggung-jawaban kepada penciptanya, melainkan manusia itu diciptakan oleh Allah SWT untuk mengabdi kepadaNYA. Sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an surah al Bayyinah ayat 5 :
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.
            Dapat kita pahami dari ayat ini bahwa manusia diciptakan bukan sekedar sebagai unsur pelengkap isi alam saja yang hidupnya tanpa tujuan, tugas dan tanggung-jawab. Sebagai makhluk yang diciptakan paling sempurna, pada hakikatnya manusia diperintahkan untuk mengabdi kepada penciptanya, Allah SWT.
            Pada prinsipnya pengabdian manusia (ibadah) merupakan sari dari ajaran Islam yang mempunyai arti penyerahan diri secara total pada kehendak Allah SWT. Dengan demikian, hal ini akan mewujudkan suatu sikap dan perbuatan dalam bentuk ibadah. Apabila ini dapat dicapai sebagai nilai dalam sikap dan perilaku manusia, maka akan lahir suatu keyakinan untuk tetap mengabdikan diri kepada Allah SWT dan tentunya bila keyakinan itu kemudian diwujudkan dalam bentuk amal keseharian akan menjadikan maslahah dalam kehidupan sosial.

PEMBAHASAN
I. IBADAH
A. Definisi ibadah.
Kata ibadah berasal dari bahasa arab sudah menjadi bahasa Indonesia yang terpakai dan dipahami secara baik oleh orang-orang yang menggunakan bahasa melayu termasuk Indonesia. Ibadah dalam istilah bahasa Arab diartikan dengan berbakti, berkhidmat, tunduk, patuh, mengesakan dan merendahkan diri. Dalam istilah melayu diartikan: perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah yang didasari ketaatan untuk mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Juga diartikan: segala usaha lahir dan batin sesuai dengan perintah Tuhan untuk mendapatkan kebahagiaan dan keselarasan hidup, baik terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat maupun terhadap alam semesta. Syaikh Mahmud Syaltut dalam tafsirnya mengemukakan formulasi singkat tentang arti ibadah, yaitu “ketundukan yang tidak terbatas bagi pemilik keagungan yang tidak terbatas pula”

B. Pembagian Ibadah.
Ibadah dibagi menjadi dua, yaitu ibadah mahdhoh dan ibadah ammah. Ibadah mahdhah (murni), adalah suatu rangkaian aktivitas ibadah yang ditetapkan Allah Swt. Dan bentuk aktivitas tersebut telah dicontohkan oleh Rasul-Nya, serta terlaksana atau tidaknya sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran teologis dari masing-masing individu. Yang termasuk Ibadah mahdhoh misalnya: Shalat, puasa, Zakat, dan haji.
Selain ibadah mahdhah, maka ada bentuk lain diluar ibadah mahdhah tersebut yaitu Ibadah Ghair al-Mahdhah atau ibadah ammah, yakni sikap gerak-gerik, tingkah laku dan perbuatan yang mempunyai tiga tanda yaitu:  pertama, niat yang ikhas sebagai titik tolak, kedua keridhoan Allah sebagai titik tujuan, dan ketiga, amal shaleh sebagai garis amal. Ada pula yang memberikan definisi ibadah ammah dengan semua perbuatan yang mendatangkan kebaikan dan dilaksanakan dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT, seperti minum, makan, dan bekerja mencari nafkah.

C. Ruang lingkup ibadah.
Islam amat istimewa hingga menjadikan seluruh kegiatan manusia sebagai ibadah apabila diniatkan dengan penuh ikhlas karena Allah demi mencapai keridhaan-Nya serta dikerjakan menurut cara-cara yang disyariatkan olehNya. Islam tidak membatasi ruang lingkup ibadah kepada sudut-sudut tertentu saja. Seluruh kehidupan manusia adalah medan amal dan persediaan bekal bagi para mukmin sebelum mereka kembali bertemu Allah di hari pembalasan nanti. Islam mempunyai keistimewaan dengan menjadikan seluruh kegiatan manusia sebagai ibadah apabila ia diniatkan dengan penuh ikhlas karena Allah demi untuk mencapai keridaan Nya serta dikerjakan menurut cara cara yang disyariatkan oleh Nya. Islam tidak menganggap ibadah ibadah tertentu saja sebagai amal saleh akan tetapi meliputi segala kegiatan yang mengandung kebaikan yang diniatkan karena Allah SWT. Hakikat ini ditegaskan oleh Allah di dalam Al-Quran:
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,"
Ruang lingkup ibadah di dalam Islam sangat luas sekali. Mencakup setiap kegiatan kehidupan manusia. Setiap apa yang dilakukan baik yang bersangkut dengan individu maupun dengan masyarakat adalah ibadah menurut Islam ketika ia memenuhi syarat syarat tertentu.
Syarat syarat tersebut adalah :
1.      Amalan yang dikerjakan itu hendaklah diakui Islam, sesuai dengan hukum hukum syara' dan tidak bertentangan dengan hukum hukum tersebut. Adapun amalan - amalan yang diingkari oleh Islam dan ada hubungan dengan yang haram dan maksiyat, maka tidaklah bisa dijadikan amalan ibadah.
2.      Amalan tersebut dilakukan dengan niat yang baik dengan tujuan untuk memelihara kehormatan diri, menyenangkan keluarga nya, memberi manfaat kepada seluruh umat dan untuk kemakmuran bumi seperti yang telah diperintahkan oleh Allah.
3.      Amalan tersebut haruslah dikerjakan dengan sebaik-baiknya.
4.      Ketika membuat amalan tersebut hendaklah sentiasa menurut hukum - hukum syara' dan ketentuan batasnya, tidak menzalimi orang lain, tidak khianat, tidak menipu dan tidak menindas atau merampas hak orang.
5.      Tidak melalaikan ibadah - ibadah khusus seperti salat, zakat dan sebagainya dalam melaksanakan ibadah - ibadah umum.

D. Tujuan Ibadah.
Manusia, bahkan seluruh mahluk yang berkehendak dan berperasaan, adalah hamba-hamba Allah. Hamba sebagaimana yang dikemukakan diatas adalah mahluk yang dimiliki. Kepemilikan Allah atas hamba-Nya adalah kepemilikan mutklak dan sempurna, oleh karena itu mahluk tidak dapat berdiri sendiri dalam kehidupan dan aktivitasnya kecuali dalam hal yang oleh Alah swt. Telah dianugerahkan untuk dimiliki mahluk-Nya seperti kebebasan memilih walaupun kebebasan itu tidak mengurangi kepemilikan Allah. Atas dasar kepemilikan mutak Allah itu, lahir kewajiban menerima semua ketetapan-Nya, serta menaati seluruh perintah dan larangan-Nya.
Manusia diciptakan Allah bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati tanpa pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadahhal ini dapat difahami dari firman Allah swt. :
"Maka apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? ”(QS al-Mu’minun:115)"
Karena Allah maha mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia terjaga hidupnya, bertaqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi kewajiban ibadah agar menusia itu mencapai taqwa.
  
II.                Kesalehan Sosial
A.    PENGERTIAN DAN CIRI – CIRI KESALEHAN SOSIAL
Secara bahasa kita bisa memaknai kesalehan sosial adalah kebaikan atau keharmonisan  dalam hidup bersama, berkelompok baik dalam lingkup kecil antar keluarga, RT, RW, dukuh, desa kota, Negara sampai yang paling luas dunia.
Allah SWT berfirman, “ jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi “ (Al Qur’an)
Pesan utama ayat ini, disatu sisi, dapat dilihat dari sebagai janji Allah yang menyatakan bahwa jiwa sesuatu masyarakat beriman dan bertaqwa, maka mereka akan memperoleh keberuntungan. Disisi lain, pesan utama ayat ini juga mengilustrasikan hubungan kausalitas antara iman – takwa dengan kesejahteraan hidup para pemeluknya.
Pertanyaanya, bagaimana iman- takwa ini dapat menjadi pemandu serta nilai-nilai yang mendorong manusia untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan hidup seluruh alam ? takwa, dalam ini, dapat dipahami sebagai keadaan kualitas jiwa seseorang yang membimbing dan memandu hidupnya dalam mewujudkan kondisi sosial yang makmur dan sejahtera bagi seluruh alam semesta. Kesejahteraan kolektif ini akan terwujud dengan sendirinya jika setiap individu telah melaksanakan ketentuan-ketentuan iman – takwa secara utuh dan benar, yang mana manifestasi iman dan takwa itu harus diwujudkan dengan perilaku yang baik dalam hubunganya dengan sang pencipta atau dalam hubungannya dengan sesama manusia dan lingkungan yang kemudian kita kenal dengan perilaku ibadah. Bahkan, keberkahan yang datang dari langit dan bumi itu hanya akan lahir dari keimanan dan ketakwaan.
Untuk melihat dimensi-dimensi ketakwaan seseorang khususnya dalam kaitanya dengan ukuran-ukuran kesalehan individu dan sosial, lima ciri penting manusia yang shaleh secara sosial.
Pertama, memiliki semangat spiritualitas yang diwujudkan dalam sistem kepercayaan kepada sesuatu yang “gaib” serta  berketuhanan dan pengertian beragama atau menganut sesuatu kepercayaan agama. Masyarakat yang memiliki kualitas kesalehan sosial itu adalah masyarakat beragama, masyarakat yang percaya pada hal-hal yang gaib. Ciri ini juga sekaligus menjadi ukuran kedewasaan seseorang, baik dalam kehidupan sosial, politik maupun kehidupan beragama sendiri. Masyarakat yang memiliki kesalehan sosial yang tinggi akan mengedepankan etika beragama dan keberagamaan.
Kedua, terikat pada norma, hukum, dan etika seperti tercermin dalam struktur ajaran sholat. Sholat juga mengajarkan kepada para pelakunya untuk terbiasa disiplin. Disiplin dalam hidup sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Artinya masyarakat yang memiliki kesalehan sosial itu adalah mereka yang konsisten menegakan hukum dan hukum menjadi aturan main.
Ketiga, memiliki kepedulian sosial yang salah satu perwujudanya ditandai dengan kesanggupan berbagi terhadap golongan yang lemah. Keadilan sosial itu harus diwujudkan secara bersama oleh seluruh komponen masyarakat dan bukan hanya oleh penguasa.
Keempat, memliki sikap toleran sebagai salah satu dari perwujudan dari keimanan terhadap adanya pengikut kitab-kitab suci selain kitab sucinya sendiri. Ajaran ini juga sekaligus mengisyaratkan adanya pluralitas kehidupan, baik pada aspek agama dan kepercaan maupun pada aspek sosial budaya lainya. Dinamika masyarakat juga akan terus berubah membentuk struktur sosial yang semakin beragam. Di sinilah arti penting mengembangkan sikap toleran, khususnya dalam menyikapi secara terbuka perbedaan-perbedaan sebagai suatu keniscayaan.
Kelima, berorientasi kedepan sebagai salah satu wujud dari keimanan terhadap adanya hari akhir. Masyarakat yang memiliki dimensi kesalehan sosial itu adalah mereka yang berorientasi kedepan , sehingga akan selalu mementingkan kerja keras untuk membangun hari esok yang lebih gemilang.
III.             KESIMPULAN
Kesalehan sosial dapat kita capai dengan sendirinya sejalan dengan pelaksanaan ibadah maghdhah dan ibadah ammah karena dalam ibadah sudah mencakup keseluruhan aspek perilaku manusia. Dalam ibadah maghdhah kita bisa melihat hikmah yang terkandung dalam ibadah yang sudah disyariatkan oleh Allah SWT, misalnya dalam pelaksanaan sholat, dengan sholat kita menjadi terlatih untuk disiplin, apalagi ketika sholat itu dengan berjamaah, tali silaturahim antara sesama muslim akan semakin kokoh, belum lagi dalam jamaah itu tidak ada saling membedakan jabatan status dan sebagainya. Pada zakat juga kita bisa melihat hikmah yang terkandung didalamnya, bagaimana sikaya “berbagi” memberikan hartanya kepada yang tidak punya dan banyak hikmah yang lain dalam ibadah maghdhah.
Dalam ibadah ammah lebih jelas, ketika dipahami bahwa perbuatan atau kegiatan apapun ketika diniati lillah dan tidak bertentangan dengan syari’ah itu termasuk ibadah, dengan demikian kesalehan sosial akan tercapai ketika kita senantiasa beribadah, karena dalam tatanan syariah semuanya maslahah untuk kehidupan manusia baik secara individu maupun sosial.

IV. PENUTUP.
Demikianlah makalah sederhana ini kami buat. Namun demikian, kami sebagai penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kami mohon maaf apabila masih banyak ditemui kesalahan, itu datangnya dari kealpaan kami. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan dari pembaca semua.



DAFTAR PUSTAKA

Syarifudin, Amir, Garis-Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2003), Cet. Ke-2.
Syihab, M. Quraisy, M. Quraisy Syihab Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui, (Jakarta: Lentera Hati, 2008), Cet. Ke-1.
Al manar, Abduh, Ibadah Dan Syari’ah, (Surabaya: PT. pamator, 1999), Cet. Ke-1
Daradjat, Zakiyah, Ilmu Fiqih, (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), Cet. Ke-1.
Yusuf Qardhawi, Konsep Ibadah Dalam Islam, (Bandung: Mizan, 2002), Cet. Ke-2.
Bisri Mustafa, Tin Tisnawati, Rahasia Keajaiban Shalat dan Dzikir, (Surakarta: Qaula, 2007) Cet. Ke-1

2 komentar:

  1. apa pengertian dari IBADAH SOSIAL

    BalasHapus
  2. Titanium Tube | TITaniumART
    Titanium titanium dioxide skincare Tite Tube - TITaniumART. Our titanium exhaust tips titanium-art razor ceramic vs titanium flat iron is the perfect combination for those who love a high-quality tiki-tiki-tiki-tiki-tiki-tiki-tiki-tiki-tiki-tiki-tiki $34.00 2017 ford fusion energi titanium · ‎In 2016 ford focus titanium stock

    BalasHapus